Tag: Berlin

Perisai Diri di Jantung Jerman (#3)

Ketika Profesor Rusia itu Minta Dibacakan Al-Qur’an “Ja, Guten Morgen?!”… terucap salam dari seraut wajah bermata hijau yang menyembul di balik pintu setelah beberapa saat diketuk. Tatapannya tertuju pada seorang wanita Jerman bernama Frau Larscheid yang tak lain adalah pimpinan lembaga tempat ia berkiprah. Saat itu Frau Larscheid yang ramah dan kharismatik sedang mengantarku ke…

Continue reading

Perisai Diri di Jantung Jerman (#2)

Bismillah walhamdulillah… Beberapa hari setelah beradaptasi dengan tempat kami tinggal, suamiku mengajak berjalan-jalan mengenal lingkungan sekitar. Selama menyusuri jalan kami menemui beragam orang di samping orang-orang pribumi, yang bila kami lihat dari raut wajahnya, dapat diduga asal mereka seperti dari Turki, Arab, Korea maupun Afrika. Sehelai Kain Identitas, Pengikat Persaudaraan Sebagaimana orang yang tidak saling…

Continue reading

Perisai Diri di Jantung Jerman (#1)

Bismillah walhamdulillah… Ada banyak pertanyaan dilontarkan orang-orang di sekitarku saat ku kembali ke tanah air setelah beberapa tahun menyelami kehidupan di negara minoritas muslim, tepatnya di ibukota Jerman, Berlin. Hal yang paling sering ditanyakan mereka adalah tentang hijab. Sepertinya mereka penasaran karena di awal berjumpa lagi denganku, penampilanku tetap seperti dulu saat aku akan meninggalkan…

Continue reading

Katakan TIDAK! pada Buruk Sangka

Berulang-ulang Jasmine mengucap tasbih, tahmid, takbir dan tahlil saat pesawat hendak mendarat di landasan bandara internasional Tegel-Berlin. Sementara itu, dalam pangkuannya seorang bayi yang baru berusia 4 bulan tampak begitu tenang menghilangkan dahaga dengan minuman terbaik yang Allah anugerahkan untuknya. Tak lama kemudian terdengar standing applause dari wajah-wajah sumringah para penumpang, menandakan pesawat telah landing…

Continue reading

Kala Cemeti Terlecut

“Was ist das denn[1], Bunda?” Kautsar bertanya pada bunda saat seekor kuda dengan kereta beroda empat melintas di jalan. “Itu namanya delman, seperti lagu yang sering kalian nyanyikan.” Bunda menjelaskan. “Ach so…”[2] ucap Kautsar dan Salsabila hampir berbarengan. “Kita naik yuk, Bundaa?!” Kautsar penuh semangat mengajak bunda dan adiknya. “Bade kamana, Neng?” tanya pak kusir…

Continue reading