Siapa Mau Menyentuhnya?

Tak terasa bulan Mei berlalu dan kini sudah mulai menapaki hari-hari bulan Juni. Saya merasa gelisah teringat pada sebuah lintasan hati ketika melihat suatu hal pada saat diselenggarakan sebuat perhelatan rutin sebuah yayasan yang menaungi masjid Indonesia di Berlin, tepatnya hari Minggu 10 Mei lalu di Tiergarten Park depan Schloss Belevue.

Perhelatan rutin yang ditujukan untuk menggalang dana tersebut dikemas dalam bentuk menjajakan berbagai penganan khas Indonesia seperti sate, siomay, baso serta berbagai kue dan minuman untuk dibeli masyarakat. Dari tahun ke tahun acara ini sangat diminati tak hanya oleh orang Indonesia dengan berbagai etnisnya tetapi ada pula orang Malaysa, Jerman, juga dari negara lainnya turut menyemarakkan suasana. Tak kurang dari dua ratusan orang berkumpul untuk menikmati berbagai sajian sambil bercengkrama dengan keluarga, sahabat juga kenalan. Acara tersebut memang seringkali menjadi ajang silaturahim atau melepas kangen.

Seperti saat itu, sekalipun pagi harinya turun hujan dan rintik-rintiknya membasahi rumput taman, namun menjelang siang sesuai harapan panitia penyelenggara dan calon pembeli, matahari bersinar cerah dan nyaman hingga sore. Membuat kebanyakan orang termasuk saya betah berlama-lama di taman tersebut.

Ketika duduk sambil ngobrol dengan teman di pinggiran taman, tak sengaja pandangan mata saya tertuju pada sekelompok orang yang berada di hadapan saya. Sebagian dari mereka ada yang berbaring, duduk santai dan bediri. Orang yang sedang berdiri inilah yang membuat saya tertegun untuk beberapa saat, teringat pada acara penggalangan dana di waktu-waktu sebelumnya, orang tersebut beserta kelompoknya tak pernah absen. Dia dan kelompoknya itulah yang selalu membuat saya gelisah.

Dia dan kelompoknya sejatinya adalah lelaki namun gaya dan penampilannya sangat perempuan. Sebetulnya sebuah fenomena yang tak mengherankan mengingat Berlin menjadi salah satu pusat tempat berkumpulnya orang-orang demikian. Komunitas ini sekarang semakin besar dan berani menampakkan diri bahkan di beberapa negara mereka sering menggelar demo menuntut agar pernikahan sesama jenis diperbolehkan.

Di Berlin sendiri banyak poster yang dipajang di berbagai tempat yang isinya berupa tuntutan kaum gay maupun lesbi untuk dihargai dan diakui.”Liebe verdient Respekt” (Cinta [sesama jenis] sepatutnya dihargai) atau”Zeig Respekt für Schwule & Lesben!”( Tunjukanlah penghargaan/penghormatan pada kaum gay dan lesbian) demikian bunyi beberapa poster tersebut.

Di Indonesia pun gaya hidup mereka bukan hal baru hingga masyarakat sepertinya menjadi terbiasa melihatnya. Namun, tidak bagi saya. Entah mengapa hati saya selalu gundah bahkan sedih untuk sebuah gaya hidup menyimpang ini, apalagi di jalan-jalan Berlin terpampang banyak poster yang menggambarkan adegan sesama jenis bermesraan dengan seruan seperti saya tuliskan di atas, naudzubillahimindzalik!

Ya, saya sedih karena saya ragu dan tak punya keberanian mendekati mereka padahal saya meyakini dia dan orang-orang sepertinya patut didekati dan perlahan-lahan dibimbing untuk kembali pada fitrahnya serta diingatkan bahwa Allah sangat murka dengan gaya hidup mereka sebagaimana Allah telah mengadzab kaum nabi Luth atas perbuatan mereka yang menyukai sesama jenis seperti tercantum dalam QS.Huud:82-83.

Namun Ya Allah, ampunilah saya yang hingga detik ini belum juga melaksanakan hal tersebut. Saya bingung dan tak tahu bagaimana mendekati mereka. Saya risih karena mereka merasa perempuan hingga tak canggung langsung memeluk di saat perkenalan. Hal inilah yang menjadi salah satu kendala bagi saya untuk mendekati mereka. Tetapi bila setiap orang berpikiran seperti saya, lalu siapa yang akan ”menyentuh” (baca: mengingatkan) mereka ya?

Saya berharap, semoga Allah memberi jalan pada siapa pun untuk bisa menyentuh hati mereka kembali pada jalanNya dan semoga banyak orang teketuk jiwanya untuk menjadi jalan bagi mereka agar terlepas dari murkaNya.

Berlin, Juni 2009

Berbagi di eramuslim

Tinggalkan Balasan