Kala Sinyal Kelahiran Itu Tiba

Tepat jam 12 malam, kudengar Nazhifa menangis mencari bantal kesayangannya. Malam itu seperti beberapa malam sebelumnya ia senang tidur di ruang depan bersama ayahnya. Begitulah kondisinya kalau ia lagi sakit, selalu tak mau lepas dari ayahnya.

Kupikir,suamiku akan segera mencarikan bantal kesayangannya itu begitu ia menangis, jadi aku tak segera beranjak. Karena nangisnya tak kunjung berhenti, maka aku segera menghampiri, ternyata suamiku tertidur lelap, dan Nazhifa duduk sambil terus menangis menyebut-nyebut bantalnya itu. Segera kucari bantal itu dan kuberikan padanya sambil kudekap ia agar tertidur kembali.

Saat meninabobokan itulah, aku merasakan kontraksi. Tapi karena ritmenya belum teratur, tak terlalu kupedulikan. Hanya tetap saja aku waspada… Setelah Nazhifa kembali tidur, aku bangunkan suamiku dan kuceritakan kondisiku. Ia segera bangun kemudian menunaikan shalat, aku pun mengikuti. Aku panjatkan sebanyak-banyaknya doa semoga Allah memudahkan kelahiran baby dan memberikan keselamatan bagi kami.

Karena sulit tidur, kuputuskan untuk mandi (wiiih jam tiga dini hari lagi!)… tapi aku merasa lebih nyaman karenanya. Kontraksi pun kian sering terjadi saat jam menunjukkan pukul 10 pagi. Tiap 10 menit sekali terjadi dalam 30-35 detik. Saat itu aku ragu, haruskah segera ke rumah sakit padahal perkiraan lahir masih 4 hari lagi?

Akhirnya kuputuskan untuk menelpon beberapa teman bermaksud menitip Nazhifa yang hari itu tak masuk ke kindergarten karena masih kurang sehat. Alhamdulillah ada Wida dan Winne yang bisa dihubungi dan bersedia menemani Nazhifa. Kuputuskan siang itu ke rumah sakit. Semoga kontraksi yang kualami merupakan sinyal kelahiran.

Sesampai rumah sakit Charite’-Virchow, ternyata hasil pemeriksaan CTG oleh hebbame (bidan) Sarah, aku baru pembukaan 2. Sayangnya ia tak dapat memastikan kapan baby akan lahir. Menurutnya bisa sore, malam atau besoknya karena baby bukan anak pertama. Menjelang sore sekitar jam 3, dilakukan pemeriksaan CTG lagi oleh seorang hebbame (lupa…namanya), lalu tak berapa lama dokter (Fr.Dr.Speer) mengintip aktivitas baby dengan USG. Menurutnya kondisi baby ok (alhamdulillah), tapi sama halnya dengan hebbame Sarah, ia pun tak bisa memastikan atau sekedar mengira-ngira kapan si baby akan lahir (hmmm, sulit diprediksi kah?)

Akhirnya, walaupun kontraksi terus berlangsung dengan ritme yang teratur, kuputuskan pulang lagi…waktu menunjukkan pukul 4 sore saat itu.

Malamnya, kembali kontraksi menguat (lebih sakit dari sebelumnya). Tetapi temponya masih 10 menit sekali. Hingga siang ini masih berlangsung keadaan itu…. Subhanallah, pertemuan yang dinanti-nanti dengan mahluk Allah yang masih suci ini begitu mendebarkan.

Ah, permata hatiku…ternyata belum saatnya bunda memelukmu:)

Tinggalkan Balasan