Kecantikan [dalam] Diriku

Mereka bilang aku terkungkung karena rambut aku tutupi.
Aku berani sumpah, justru mereka yang salah mengerti.
Mereka tidak paham, mereka tak berilmu.
Ilmu yang telah mengubah seluruh hidupku.

Kututup rambut bukan atas paksaan atau malu.
Tetapi taat Sang Pencipta, dan ridha-Nya yang kumau.
Lahir, hidup dan matiku hanya untuk-Nya.
Itu mengapa kecantikanku bagi orang asing tak pernah terbuka.

Di jaman sekarang, wanita telah dijadikan obyek seks, papan reklame dan iklan.
Dan mereka masih saja bertanya-tanya ketika ayah menistai anaknya yang perawan.
Mereka bertanya-tanya ketika ribuan gadis setiap tahun menemui kematian.
Karena menahan lapar agar langsing seperti peragawati pujaan.
Mereka bertanya-tanya mengapa perempuan diperkosa pagi dan petang.
Tanpa  menyadari tontonan di media massa bukanlah kebaikan.

Kusadari arti kehidupan lebih dari kecantikan dan kemolekan.
Namun tanpa sadar, oleh masyarakat kita terus dijerumuskan.

Aku bersyukur atas islam yang menilaiku bukan dengan  paras sebagai dasar.
Tetapi karena tujuan sejati: amal kebaikan. Itulah perlombaan besar.
Perlombaan menuju Surga, sebuah pilihan setelah kematian.
Dan tentunya Neraka, pilihan lain bagi mereka yang mendustakan.

Mengapa membuang waktu pada kesempurnaan garis mataku,
Atau keinginan untuk memperbarui koleksi lipstikku?
Mengapa mengisi hidup ini dengan berusaha menarik perhatian manusia,
sementara pada akhirnya nanti, kita dinilai menurut kriteria yang berbeda?
Kriteria berdasar tingkah laku, amal dan ucapan,
yang akan diperiksa di Akhirat di atas Timbangan.

Bukan bentuk tubuh atau tatanan rambut yang ‘kan dinilai.
Dengarkan aku wahai saudara: Tetapi akhlak dan perangai!

Kita semua akan mati dan mengambil tempat yang sama di liang lahat,
Lalu mengapa duduk-duduk saja dan menghias diri selama hayat?
Mengapa mengukir kekayaan, ketenaran dan kecantikan,
Sementara di Hari Pembalasan, semua berubah menjadi penyesalan?

Allah tak akan bertanya mengapa tubuhku tak molek, wajah tak merona,
atau mengapa bibirku tak merah dan busanaku tak mempesona,
dengan aneka kosmetika, baju ketat dan maskara?
Ayolah teman, dengarkan kataku: Singkirkan itu semua!

Jika engkau belum bisa melihat kebenaran ini, aku ‘kan berdoa:
Semoga Allah menunjukimu ke jalan yang lurus, jalan satu-satunya,
menuju kesenangan yang abadi, selama-lamanya.

Katakan kepadaku, siapa yang lebih pintar?
Berhias diri, merawat kecantikan seolah hidup ini tak pernah kelar
Atau mengikuti kata nurani dan tuntunan Ilahi,
agama Islam yang diridhai dan iman kepada hidup setelah mati?

Aku bangga dengan islamku. Ia adalah pelindungku.
Dan untuk keluarga, sahabat, teman dan saudara-saudaraku,
yang keluar melindungi kecantikannya dengan jilbab dan busana kesopanan,
sekali lagi akan kusuarakan:

Kami tak perlu persetujuan orang lain, tak perlu penilaian mereka.
Bukan mereka yang mencipta kita, atau akan membukakan pintu surga.

Ataukah kalian benar-benar suka, dengan siulan dari para lelaki,
ketika mereka dari belakang memandang betismu dan menikmati?
Itukah yang membuat kalian senang: pujian dan rayuan mereka?
Itukah yang membuat kalian bahagia? Ooh, demi kalian hatiku terluka.

Engkau berjalan dengan bangga, seolah semakin terbuka semakin mempesona.
Bukan, bukan itu yang aku mau, tersenyum prihatin ku melihatnya.
Ku tak inginkan kekaguman para lelaki, tak perlu rayuan atau ajakan berkencan.
Karena aku manusia, tak pantas diperlakukan seperti mainan.

Menutup tubuh membuatku bangga.
Terbebas dari penilaian berdasarkan materi semata.
Kini orang menghormati karena akhlak dan tingkah lakuku.
Sungguh benar tuntunan Islam, agamaku.

Syukur kepada Allah dari lubuk sanubari.
Teguhkan aku, ya Allah, di jalan-Mu hingga akhir nanti.

[Diterjemahkan dan digubah dari puisi “Beauty within Me” karya Noor Salem dengan ijin dari IGotItCovered.org]

8 comments for “Kecantikan [dalam] Diriku

Tinggalkan Balasan