Teruslah Menulis, Tebarkan Kebaikan

Sinar mentari terasa menyengat pukul setengah enam sore kemarin saat kami mesti menunggu selama sepuluh menit bis yang akan mengantarkan kami ke masjid. Langit musim panas sangat indah dipandang, mengingatkan pada warna langit yang biasanya menghias tanah air, akan tetapi udara panasnya membuatku cukup tak nyaman. Andai saja sore itu tidak ada acara di masjid, rasanya aku lebih senang memilih berdiam di rumah.

Hari Senin lalu, masjid memiliki sebuah agenda spesial. Bidang Kajian Ilmiah masjid yang bernaung di bawah Departemen Dakwah, Pendidikan dan Budaya melakukan kerjasama dengan Forum Lingkar Pena cabang Jerman yang akan diresmikan keberadaannya hari itu, mengadakan sebuah kegiatan diskusi dengan mengusung tema “Dengan Menulis, Aku Berdakwah” di mana yang akan menjadi pembicara adalah seorang tamu “istimewa”, seorang pujangga sastra Islami ternama dari Indonesia yang sedang melakukan perjalanan ke beberapa wilayah Eropa, dan Berlin menjadi tempat persinggahan terakhirnya sebelum pulang ke tanah air membawa berjuta inspirasi.

Kesejukan terasa membelai wajah saat memasuki ruangan masjid, setelah belasan menit di dalam bis menahan panas yang terasa begitu menyengat. Ternyata, di dalam ruangan utama masjid, sang pujangga telah duduk ditemani beberapa sahabat dari tim kajian ilmiah dan forum lingkar pena. Kulirik jam dinding, waktu menunjukkan jam 18.15. Berarti lima belas menit lagi acara akan dimulai. Tetapi masjid masih tampak sepi, di ruang perempuan baru ada aku dan tiga orang teman.

Setelah lima belas menit berlalu dari waktu yang ditetapkan, akhirnya acara pun dimulai. Sang pujangga meresmikan keberadaan Forum Lingkar Pena di Jerman. Suasana terasa syahdu manakala sang pujangga menuntun ketua terpilih mengucapkan akad sebagai sebuah janji untuk mengukuhkan azam bahwa mereka yang bergabung dalam kegiatan tersebut akan bersungguh-sungguh berkarya menuangkan segala kreativitas dirinya dalam bentuk tulisan-tulisan yang bermanfaat.

Waktu terus beranjak, perlahan-lahan jumlah yang hadir bertambah banyak. Kuperhatikan yang paling banyak adalah anak-anak muda, tetapi ternyata orang-orang yang sudah tua pun turut hadir. Rupanya mereka tak mau ketinggalan ingin mendengarkan tuturan sang pujangga bagaimana tulisannya begitu fenomenal, bermutu dan sarat makna kebaikan.

Acara yang dinikmati secara langsung serta online dan direlay oleh radio lokal itu terasa sangat santai. Sang pujangga dengan tutur kata dan ekspresi yang seringkali mengundang senyum dan tawa para hadirin itu memberikan prolog yang mengantarkan kami betapa pentingnya menebar kebaikan lewat tulisan. Apalagi tulisan itu bernafaskan nilai-nilai yang dapat menghentakkan kesadaran pembaca serta menggugah rasa mereka untuk bergerak melakukan kebaikan.

Seperti yang telah dilakukan sang pujangga selama ini, karya-karyanya menjadi sangat fenomenal dan digandrungi orang-orang yang rindu akan nilai-nilai kebenaran. Tulisannya yang bernafas religi mulai difilmkan. Orang-orang pun mulai disuguhi tontonan yang berbeda dari trend yang ada. Sungguh bagai sebuah oase di tengah kondisi negeri yang mulai miskin akan nilai-nilai kebajikan.

Orang-orang yang menyeru kebaikan dengan tulisan seperti yang dilakukan sang pujangga itu telah banyak. Akankah kita pun menjadi bagian dari mereka? Bergabung bersama mereka, menulis, menulis dan terus menulis menghadirkan dalam tiap kata, tiap kalimat, tiap paragraf, tiap cerita, nuansa kebaikan yang menggugah jiwa dan menyadarkan keberadaan diri kita sebagai hamba sang Pencipta.

Semoga kita pun tak sekedar terkagum dan menjadi penikmat karya orang-orang penyeru kebaikan itu. Tetapi semoga kita pun turut andil menambah daftar panjang kafilah orang-orang penyeru dan perindu meluasnya nilai-nilai kebenaran memenuhi atmosfer bumi ini.
———–

Selamat jalan Kang Abik! Terimakasih telah berbagi semangat menulis pada kami.
Semoga perjalanan ke Eropa membawa berjuta hikmah dan menjadi alur-alur cerita penggetar kalbu orang-orang perindu kebenaran.

berbagi di eramuslim

Tinggalkan Balasan