Sebuah Hikmah dari Arena Laga

Entah mengapa hari ini saya teringat babak final pertandingan bulutangkis beberapa waktu lalu. Pada saat itu saya tertarik untuk menonton dengan serius, karena yang akan bertanding adalah pasangan putra dan putri belasan tahun melawan pasangan pria dewasa. Bahkan salah seorang dari pria tersebut berkebangsaan Jerman dan menjadi pelatih di kota tempatnya tinggal. Saya sempat membaca nama berikut profesinya saat orang tersebut memberikan kartu namanya pada suami saya. “Hmmm…sebuah pertandingan yang unik!” batin saya.

Saat pertandingan berlangsung, sempat hati saya didera perasaan masygul, karena melihat dari sisi usia dan fisik mereka yang sedang berlaga, sama sekali tidak imbang. Berdasar tolok ukur tadi, tanpa bermaksud meremehkan kemampuan anak-anak tersebut, saya menebak pastilah orang-orang dewasa itulah yang akan menang. Tapi ternyata sungguh tak diduga, anak-anak tersebut bermain sangat menawan dan berhasil membuat lawannya bertekuk lutut.

Saya tak tahu dan tak bisa membayangkan bagaimana perasaan pasangan pria dewasa itu saat dikalahkan anak-anak. Yang jelas, kejadian tersebut mengantarkan ingatan saya pada kisah perang Badr dimana jumlah pasukan muslimin yang sangat sedikit dengan perlengkapan perang sangat minim berhasil mengalahkan pihak kafir Quraish dengan jumlah tiga kali lipat lebih banyak disertai perlengkapan yang sangat memadai.

Tentu saja saya tak bermaksud menyamakan pertandingan bulutangkis tersebut dengan peristiwa perang Badr. Munculnya lintasan dalam benak saya tentang kemenangan kaum muslimin dalam perang Badr itu hanyalah sebuah pengingat pada diri, betapa kerdilnya hati saya saat itu yang semata menyandarkan pada keadaan fisik, telah sempat menerka pertandingan penentuan kejuaraan bulutangkis tersebut akan dimenangkan para pria dewasa.

Sungguh kejadian di arena laga tersebut menghadirkan kekaguman diri saya yang luar biasa pada kedua anak itu. Saya yakin, di samping memiliki keahlian bermain bulutangkis atas gemblengan pelatihnya, anak-anak itu pun tentunya memiliki jiwa besar dan mental yang kuat serta sikap optimis sehingga tak gentar menghadapi siapapun lawannya. Sebagaimana begitu teguhnya pendirian kaum muhajirin dan Anshor yang berjanji setia pada Rasulullah untuk menghadapi musuh yang jumlahnya lebih banyak berlipat-lipat kala perang Badr telah di hadapan mata.

Tinggalkan Balasan