Ramadhan Tinggal Kenangan

Rasanya baru kemarin menyaksikan rona gembira terpancar di wajah anak-anak yang begitu bersemangat saat ayahnya mengajak mereka melakukan sesuatu untuk menyambut kehadiran tamu yang tinggal hitungan jam dalam penantian kami. Penuh kehati-hatian jemari mungil mereka menggunting helaian dus bekas membentuk berbagai huruf dan hiasan langit. Mereka larut dalam keasyikan menyelesaikan satu persatu guntingannya. Tak lama kemudian tangan mereka lincah mewarnainya dengan crayon berbagai warna. Kegembiraan mereka semakin meluap ketika semua guntingan huruf yang telah diwarnai itu disusun dan ditempel pada kaca jendela. Penuh semangat mereka meneriakan rangkaian huruf tersebut, M-A-R-H-A-B-A-N Y-A-A R-A-M-A-D-H-A-N.

Subhanallah! Mereka , kakak beradik itu begitu gembira menanti datangnya bulan suci Ramadhan di penghujung Sya’ban yang lalu. Aku yang sedari awal memperhatikan kegiatan kedua bocah cilik itu, terkesima melihat ekspresi mereka.Tak ingin kehilangan pancaran bahagia di wajah mungil mereka yang menggemaskan, segera kuabadikan semua tingkahnya dalam bidikan lensa kamera. Sembari kuberdoa dalam hati, semoga semangat menyambut bulan penuh kemuliaan itu tetap mewarnai jiwa mereka, juga jiwaku dan setiap kaum muslimin, tak hanya semusim apalagi sesaat!

Dan ketika rembang petang Sya’ban berakhir dengan terbenamnya sang surya di ufuk barat, kental sekali terasa nuansa Ramadhan yang lama tak kualami saat bermukim di Jerman. Gema takbir membahana di mana-mana, membuat rasa syukur terpanjatkan padaNya, karena atas kuasaNya kami bisa bertemu lagi dengan Ramadhan dalam suasana yang khas tanah air, seperti lantunan ayat-ayat suci yang terdengar sejak pukul 2 malam dari masjid, suara kentongan saat sahur, maraknya saluran televisi dengan program ceramah dan masih banyak lagi, Subhanallah!

Namun di malam pertama tarawih, dengan sangat terpaksa kami harus kembali ke rumah dikarenakan masjid di komplek perumahan tempak kami tinggal, tak mampu menampung jamaah yang membludak sampai penuh ke halaman. Subhanallah! Saat itu aku bahagia melihat masjid penuh dengan hamba-hamba Allah yang semangat menyongsong kehadiran tamu mulia itu. Terbersit dalam hati sebuah harap, semoga apa yang kusaksikan saat itu tetap akan kulihat di hari-hari mendatang. Semoga masjid akan selalu dimakmurkan oleh orang-orang yang mengharap ridha-Nya, tak hanya semusim apalagi sesaat!

Waktu terasa begitu cepat berputar, sepuluh hari pertama Ramadhan telah berlalu. Masjid di komplek itu kini mulai terasa lapang memasuki sepuluh hari kedua, apalagi ketika ustadz menyampaikan tausiyahnya usai witir, hanya tinggal segelintir orang.

Tiba-tiba aku merindukan suasana Ramadhan di Jerman khususnya Berlin, dimana para jama’ah tetap memenuhi masjid Al-Falah hingga malam terakhir saat menanti Iedul Fitri tiba. Jama’ah tetap memenuhi masjid saat menyimak tausiyah dari ustadz yang sengaja dihadirkan dari Indonesia, baik pada saat usai witir dan shubuh maupun kala ceramah tiap dhuha sampai siang hari juga saat menjelang waktu berbuka.

Jama’ah di sana begitu bersemangat, seolah-olah tak ingin kehilangan kesempatan untuk menambah pengetahuannya tentang Islam dari sang ustadz. Bagi yang berhalangan hadir di masjid, mereka dapat menyimak ceramah sang ustadz secara online yang telah dipersiapkan sedemikian rupa oleh pihak masjid. Kehadiran ustadz bagai sebuah oase yang menghilangkan dahaga keingintahuan mereka akan agama yang selama ini mereka sandang.

Di samping itu, mereka pun penuh semangat berlomba-lomba dalam berbuat amal kebajikan. Salah satunya saat waktu berbuka, makanan selalu tersedia melimpah untuk jamaah yang berbuka dan makan di masjid. Hal ini dikarenakan mereka tak ingin kehilangan kesempatan pahala bagi orang yang menyiapkan makanan untuk berbuka bagi orang yang sedang berpuasa.

Aku pun rindu melihat suasana malam pertama Ramadhan di masjid komplek kami tinggal. Kemanakah gerangan semangat menyambut Ramadhan yang beberapa waktu kusaksikan di sini? Adakah ia sudah pudar, tergilas kesibukan menyongsong hari kemenangan di penghujung Ramadhan nanti, untuk penampilan fisik yang serba baru?

Melaksanakan ibadah puasa di mana pun berada, kurasa pasti memiliki tantangan masing-masing. Seperti berpuasa di negeri empat musim, menjadi sebuah tantangan manakala bertepatan dengan musim panas yang menjadikan diri kita berpuasa lebih lama lagi disamping situasi yang tidak kondusif karena sebagai minoritas, berpuasa di tengah orang-orang yang tidak puasa.

Sementara di negeri sendiri, saking kondusifnya suasana Ramadhan maka berbagai tayangan di televisi termasuk iklannya dibuat bernuansa Ramadhan membuat kita mesti pandai mengendalikan diri agar tidak menghabiskan waktu di depan layar televisi. Begitu pula mal-mal berlomba dengan rayuan diskonnya membuat tiap kita mesti pandai menahan nafsu agar tak konsumtif dan tenggelam dalam kesibukan memilih barang-barang baru hingga kita kehilangan waktu yang berharga tiap detiknya dari Ramadhan yang belum tentu akan menjumpai kita di masa mendatang.

Ya Allah, teguhkan hati kami agar selalu bersungguh-sungguh dalam melakukan amal ibadah untuk meraih derajat taqwa dalam tiap detik sisa waktu Ramadhan yang Kau anugerahkan pada kami. Jangan biarkan Ramadhan meninggalkan kami tanpa ada perubahan diri kami menjadi pribadi yang lebih baik di hadapan Engkau.

Ya Allah, tumbuhkan dan kekalkan dalam jiwa kami, semangat untuk selalu memperbaharui penampilan ruhani kami agar menjadi lebih baik dari waktu ke waktu hingga layak Engkau cintai dan ridhai, amiin.

Berbagi di eramuslim

Tinggalkan Balasan