Ketika Kautsar Bertanya

Dia-lah Tuhan yang memperlihatkan kilat kepadamu untuk menimbulkan ketakutan dan harapan, dan Dia mengadakan awan mendung. Dan guruh itu bertasbih dengan memuji Allah, (demikian pula) para malaikat karena takut kepada-Nya, dan Allah melepaskan halilintar, lalu menimpakannya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan mereka berbantah-bantahan tentang Allah, dan Dia-lah Tuhan Yang Maha keras siksa-Nya(QS. Ar-Ra’d : 12-13)

Tilawah saya terhenti sampai ayat tersebut ketika putri bungsu saya yang sedang asyik bermain, menjerit ketakutan saat langit tiba-tiba benderang dengan sambaran kilat diiringi guruh menggelegar memekakan telinga. Segera saya memeluknya sambil bertasbih untuk menenangkan dan meredakan ketakutannya.

Hujan deras yang mengguyur Bogor sore kemarin membuat pikiran saya tertuju pada banjir yang melumpuhkan Jakarta beberapa waktu lalu. Hal yang menimbulkan keprihatinan di hati dan memenuhi ruang pikir saya beberapa hari ini. Apalagi di status facebook teman-teman, banyak yang berkeluh kesah bahkan mengungkapkan kekesalan mereka pada penguasa Jakarta.

Saat membacanya, saya hanya mampu mendoakan agar warga yang bermukim di Jakarta atau yang bekerja di sana, diberi kesabaran yang lebih menghadapi hal ini, dan semoga pemerintah segera berupaya keras mencari solusi untuk masalah yang sudah akut tersebut.
***
Salsabila tak berhenti memetik bunga-bunga yang tumbuh di tepian trotoar. Bunga terompet berwarna ungu ia selipkan di telinganya. Sedangkan bunga-bunga lainnya ia masukkan ke dalam saku jaket juga celana panjangnya.

Sementara itu, Kautsar mengamati kendaraan yang berlalu lalang di jalan. “Eeh! Kok buang sampah sembarangan?!” teriak galak Kautsar pada seorang gadis berseragam putih dan abu-abu yang sedang berjalan sambil tertawa-tawa dengan kedua orang temannya.Tangan gadis itu baru saja melontarkan kertas pembungkus coklat batangan yang dimakannya. Kontan tawa mereka terhenti sesaat dan gadis yang ditegur Kautsar sekilas wajahnya merona merasa malu ditegur anak kecil. Namun, dengan segera ia bersikap acuh tak acuh dan kembali tertawa-tawa bersama kedua temannya tadi.

“Bunda,… mengapa kakak itu buang sampah sembarangan?” Kautsar masih menampakkan wajah jengkel, pandangannya masih tertuju pada gadis tersebut yang sudah berlalu dari hadapannya.

“Hmmm… mungkin karena ia belum tahu bahwa bersih itu adalah bagian dari iman,” jawab saya sekenanya karean belum lepas dari rasa kaget dengan teguran keras Kautsar yang tiba-tiba tadi.

“Di sini Kautsar lihat banyak sampah, hmmm …berarti banyak orang yang buang sampah sembarangan, hmmm… berarti, banyak orang belum tahu bersih itu bagian dari iman?” Kautsar berusaha menghubungkan apa yang ia lihat di sekitarnya dengan jawaban saya.
“Bagian dari iman itu, apa sih Bunda?” tanya Kautsar penuh rasa ingin tahu.

“Bagaimana kalau Bunda kasih tahu Kautsar sambil istirahat?… Itu ada pohon di sana, … kita ke sana yuk?!” ajak saya tak segera menjawab pertanyaannya.

“Horreee… istirahaaat!” Salsabila yang sejak tadi diam saja, berteriak girang dan berlari mendahului.

***

“Naah, sekarang Bunda mau kasih tahu yang tadi Kautsar tanya ya?” saya mulai membuka pembicaraan yang sempat terhenti.

“Kautsar, Allah itu ada enggak sih?” tanya saya.

“Ada! Kan Ayah, Bunda, Kautsar, Salsabila, pohon, binatang, matahari, bintang dan semuanya diciptakan Allah?” spontan Kautsar menjawab pertanyaan. Ia masih ingat dengan apa yang pernah saya katakan saat ia bertanya tentang Allah.

“Gut!” Bunda senang mendengar jawaban Kautsar.

“Kautsar bisa lihat Allah enggak?”

Kautsar menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Tapi,…bagaimana tahu kalau Allah itu ada, kan Allah tak kelihatan?” tanya saya lagi.

“Iya, kan Bunda bilang kita diciptakan Allah, jadi… Allah itu ada, iya kan?” Kautsar menjawab sekaligus membalikan pertanyaan.

“Itulah namanya iman.” jawab saya.

“Kalau mau shalat menghadap Allah, Kautsar wudhu dulu enggak?” saya kembali bertanya.

“Iya, biar bersih.” Kautsar memberi alasan.

“Benar sekali! Allah ingin kita melakukan shalat dalam keadaan bersih. Karena Allah menyukai semua yang bersih, makanya bersih itu bagian dari iman. Jadi, kalau kita iman adanya Allah, kita harus selalu jaga kebersihan!” urai saya, berharap sudah dapat menjelaskan apa yang ditanyakan Kautsar.

“Hmmm…” Kautsar terlihat berpikir.

“Kautsar lihat di Berlin, sampah tidak berserakan seperti di sini. Apa di sana semua orang iman pada Allah?” penuh rasa ingin tahu Kautsar bertanya lagi.

Sejenak pikiran saya teringat pada tong-tong sampah di Berlin. Hampir di setiap tempat selalu tersedia tempat sampah, baik di rumah, di pinggir jalan, di sudut-sudut taman dan di berbagai tempat lainnya. Masyarakat di sana pada umumnya sudah terbiasa membuang sampah pada tong yang disediakan khusus peruntukkannya. Ada tong sampah khusus untuk membuang botol-botol dari gelas, khusus untuk membuang kertas, khusus untuk membuang sampah yang masih bisa di daur ulang seperti plastik dan khusus untuk membuang sampah organik seperti sisa-sisa sayuran, kulit buah-buahan, dll.

Sementara di Indonesia, sepertinya masyarakat belum semuanya menyadari tentang hal ini. Selokan sering penuh dengan sampah, begitupula dengan sungai. Sehingga seringkali bila musim hujan tiba, banjir seolah tak pernah absen di beberapa tempat.

Akan tetapi, saya pernah melihat iklan membuang sampah sesuai jenisnya sedang disosialisasikan di televisi. Semoga ini menjadi awal yang baik.

***

“Bunda…kok diam?… Capek ya?” Salsabila yang sedari tadi asyik merangkai bunga-bunga yang dipetiknya, tiba-tiba bersuara.

“Oh iya ya,…Eh, Kautsar dan Salsabila, agamanya apa ya?” saya tak segera menjawab melainkan balik bertanya.

“Islam, kan tuhannya Allah?” Kautsar dan Salsabila segera menjawab.

“Alhamdulillah, kita beragama Islam yaa… Kenapa? Karena, Islam itu membawa kebaikan buat siapa pun. Naah, kalau di Berlin itu bersih, bukan karena semua orang di sana Islam atau iman adanya Allah, tapi orang-orang di sana senang dan selalu berusaha untuk bersih dan menjaga kebersihan. Sikap seperti itu sama seperti yang diperintahkan dalam Islam.”

Saya berusaha menjelaskan sekalipun merasa kesulitan untuk menjawab apa yang ditanyakan, apalagi harus dengan kalimat yang mudah dipahami anak-anak.

***

“Maafkan Bunda, permata hatiku…banyak yang ingin Bunda ceritakan padamu Nak, tapi Bunda memiliki keterbatasan untuk menyampaikannya. Semoga jawaban Bunda tadi tidak memuaskan kalian, sehingga kalian akan terus bertanya dan bertanya yang akan menjadikan bundamu harus belajar dan terus belajar untuk bisa membimbing kalian menjadi muslim-muslimah yang dicintai-Nya,” doa saya dalam hati.

 

(Sebuah memoar saat menyusuri trotoar)

 

Berbagi di eramuslim

Tinggalkan Balasan