Pulang

Suatu hari saya berpapasan dengan dua orang lelaki berwajah Timur Tengah di pintu keluar stasiun utama kota Potsdam, sebuah kota yang berjarak tempuh sekitar 1 jam dari Berlin. Sebenarnya tak ada yang aneh pada diri keduanya sebagaimana lazimnya pemandangan di stasiun, orang berlalu lalang dan bergegas sambil menenteng koper. Kendati demikian, apa yang dibawa oleh kedua orang tersebut mampu menyedot perhatian saya.

Subhanallah! Mereka mendorong sebuah troli berisi tumpukan koper hampir menyentuh bagian atas pintu utama stasiun itu. Baru kali ini saya melihat orang yang akan bepergian dengan membawa perbekalan luar biasa banyak. Di samping kedua orang tersebut, saya melihat seorang perempuan mungkin saudara atau istri dari salah seorang kedua orang tadi, juga menenteng tas yang tak kalah banyaknya. Dugaan saya, mereka akan pulang ke tanah airnya.

Tumpukan koper yang menjulang itu mengingatkan saya pada apa yang terjadi beberapa hari sebelumnya, dimana sejak niatan pulang ke tanah air hampir mewujud jadi kenyataan,nyaris setiap hari wajah-wajah yang dirindu berkelebatan. Pikiran saya pun dipenuhi dengan berbagai hal yang berkaitan dengan pulang. Mulai dari mencari cinderamata, memilah sampai mengepak pakaian juga mainan anak, dan masih banyak lagi. Masya Allah! betapa sibuknya saya saat itu dengan kegiatan tersebut karena merasa khawatir bekal yang telah dikumpulkan itu akan melebihi quota yang ditetapkan jasa penerbangan. Sampai akhirnya dalam keletihan di tengah tumpukan barang yang sedang saya sortir, saya terhenyak karena teringat pada suatu hal yang sering saya lalai mengingatnya namun ia pasti akan datang. Saya yakin Anda semua tahu, ya! dialah kematian.

Tak terasa embun bermunculan di sudut mata saat merasa semua perbekalan pulang di hadapan saya itu mengingatkan diri akan makna pulang yang hakiki. Saya merasa malu padaNya, mengapa saya begitu sibuk mempersiapkan segala perbekalan untuk kepentingan pulang yang sesaat tetapi lalai menyiapkan bekal untuk pulang yang sesungguhnya? Bekal apa yang sudah saya kumpulkan saat akan pulang menghadap Illahi Rabbi Penguasa semesta alam?

Tidak ada yang tahu di bumi mana dan dalam keadaan apa saya (juga Anda) akan “pulang”. Bagi saya yang terpenting saat ini adalah saya harus penuhi kewajiban menuntut ilmu yang akan menjadi dasar dalam melakukan amal ibadah dan saya harus selalu siap dalam keadaan apapun ketika Yang Menggenggam Jiwa memanggil saya “pulang”. Ya, hal-hal tersebutlah yang seharusnya memenuhi “koper” saya untuk bekal kepulangan menuju negeri abadi (akhirat).

Terimakasih Ya Allah! rasa syukur membuncah di hati. Betapa indah caraMu memberiku peringatan melalui tumpukan perbekalan di rumah beserta koper si fulan di stasiun utama kota Potsdam itu. Karena hal tersebut, menjadikan saya berazzam, bahwa saya harus membawa sebanyak-banyaknya dan mengisi sepenuh-penuhnya “koper” saya selagi Allah memberi kesempatan hidup. Saya akan dan harus terus mempersiapkan masa depan (akhirat) saya. Karena hidup di dunia hanyalah senda gurau dan berlangsung dalam sesaat saja.

“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan di dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya”.QS. Ali ‘Imran:185.

Awal 1431 Hijriyah

Berbagi di eramuslim

Tinggalkan Balasan